Kumpulan artikel tentang ekonomi dan ilmu ekonomi serta akuntansi dan manajemen

Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat

     hai teman-teman, kali ini saya akan membahas mengenai Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat. Pembahasan mengenai Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat yaitu sebagai berikut :

    Sekarang ini banyak anak muda mulai tertarik dan melirik profesi bisnis yang cukup menjanjikan masa depan. Diawali dengan para sarjana dan diploma lulusan perguruan tinggi, yang sudah mulai terjun ke pekerjaan bidang bisnis. Kaum remaja sekarang dengan latar belakang profesi orang tua yang beraneka ragam, mulai mengarahkan pandangannya ke bidang bisnis. Hal ini didorong kondisi persaingan di antara para pencari kerja yang mulai ketat, lowongan pekerjaan mulai terasa sempit. Posisi pegawai negeri dirasakan mulai kurang menarik.
      Sekadar contoh kita menoleh kepada keberhasilan pembangunan di Jepang, ternyata sukses itu disponsori oleh wirausahawan yang telah berjumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil 20% dari jumlah penduduknya. Inilah keberhasilan pembangunan negara Jepang (Heidjaracman Ranu P., 1982). Negara Indonesia harus menyediakan 4 juta wirausahawan besar dan sedang, artinya Indonesia harus mencetak 40 juta wirausahawan kecil. Ini merupakan peluang besar yang menantang generasi muda untuk berkreasi, mengadu keterampilan membina wirausahawan dalam rangka turut berpartisipasi membangun negara. Amerika Serikat pun menjadi maju karena peran wirausaha yang mayoritas.
      Tingkat wirausaha di Indonesia, memang masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara di akwasan Asia Pasifik. Rasio kewirausahaan dibandingkan penduduk di Indonesia hanya 1: 83 sedangkan di Filipina 1:66, Jepang 1:25 bahkan Korea kurang dari 20. Berdasarkan rasio secara internasional, rasio unit usaha ideal adalah 1:20.
     Untuk menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru tersebut diperlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ada pribahasa yang mengatakan "Janganlah diberi ikan, tetapi berilah kail." Mengapa hanya kail? Inilah yang perlu kita cermati. Coba kita bayangkan, seandainya kail itu patah atau rusak karena mendapatkan ikan yang sangat besar, akan bagaimanakah nasib si pengail? Menganggur! inilah gambaran ekstremnya. Untuk mengantisipasi dan mengatasi hal itu, maka sudah saatnya kita berpikir untuk tidak memberikan sekadar kail, tetapi berilah kemampuan untuk membuat kail atau lebih dari itu. Peribahasa tersebut hanya sekadar pengantar bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat penting. Kiranya sudah saatnya kita berada pada tahap yang lebih maju daripada sekadar penikmat teknologi, apalagi hanya sekadar bangsa yang konsumtif.
     Di era globalisasi, saat dunia semakin transparan, kita akan menyaksikan bagaimana hebatnya persaingan bisnis perubahan nasional, perang ekonomi lewat perdagangan antar bangsa yang berebut menguasai pasar dunia dalam bidang barang dan jasa. Karena itu, diperlukan keuletan yang luar biasa dalam menghadapinya, serta tanggap dan jeli terhadap informasi bisnis di sekitarnya. Apabila kita banyak mengetahui seluk-beluk bisnis, maka semakin banyak peluang untuk berhasil dan menggali usaha keuntungan dari pengalaman tersebut.
     Kita harus menyadari serta bersyukur bahwasanya Tuhan telah memberikan kemampuan yang cukup kepada manusia, namun manusia sendiri yang kadang-kadang malas menggunakan kemampuannya. Buktinya tidak sedikit orang yang mengeluh terlalu sibuk, terlalu pusing dan terlalu repot dengan urusannya. Padahal, baru beberapa persen kemamouan yang digunakan dari kapasitas kemampuan dirinya yang sesungguhnya.
     Suatu penelitian yang dilakukan pada sebuah institusi yang khusus menyelidiki manusia, terbkti bahwa sesungguhnya otak manusia mempunyai kemampuan yang sangat hebat. Tetapi kebanyakan manusia hanya menggunaka tidak sampai 40% dari kemampuannya dan 5 % kemampuan otaknya (Majalah Anda No. 102-1985).
      Rohmadi Rusli (1995) menyatakan bahwa kemampuan manusia yang begitu hebat itu sebenarnya tidak terlalu mengherankan jika diingat bahwa sel yang siap dipakai di dalam otak manusia yakni ada 1.000.000 sel, coba bandingkan dengan jumlah sel yang terdapat di komputer hanya sekitar 40.000 sel.
     Perlu dipertanyakan dan introspeksi diri, mengapa sampai saat ini Indonesia tidak semaju Amerika, Inggris, Jepang, atau Cina. Mengapa kita masih tertinggal dari berbagai hal termasuk di bidang ekonomi. Padahal, negara kia memiliki kekayaan yang melimpah ruah, subur, dan berpotensi besar untuk dikembangkan. Tetapi mengapa modal yang sedemikian besar itu belum dapat dimanfaatkan untuk kemajuan masyarakat dan bangsa ini. Menurut para ahli, bahwa salah satu penyebabnya adalah akibat masih rendahnya sumber daya manusia. Bagaimana potensi yang cukup besar ini dapat dimanfaatkan jika kita tidak tahu cara memanfaatkannya. Dalam bisnis pun demikian biar pun kita mempunyai modal dan banyak peluang yang bisa dimasuksi, tetapi tidak tahu caranya, kita hanya tertegun saja.
      Era kemajuan yang kita dambakan harus kita songsong dengan pola pikir yang lebih maju. Kita hendaknya jangan hanya tertegun dan bingung menyaksikan perkembangan dan kemungkinan yang dapat terjadi, melainkan hendaknya dengan kekaguman yang pintar. Kekaguman yang merangsang intuisi sehingga lahir pola baru yang membawa kemajuan atau bahkan melahirkan karya besar. John Stuart Mill (dalam Rohmadi Rusdi, 1995) menyatakan bahwa tidak ada kemajuan besar untuk umat manusia yang banyak jumlahnya ini, sebelum terjadi perubahan besar di dalam konstitusi dasar dari berpikir mereka.
      Kita mencoba untuk melihat bisnis keturunan Cina, yang merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Bukan saja dilihat dari perilaku bisnisnya yang mencerminkan etos kerja yang tinggi, tetapi juga dari aspek kehidupan yang lain. Aspek itu misalnya sikap kekeluargaannya yang tebal dan sikap yang tunduk pada otoritas. Adapun perilaku bisnis yang mencerminkan etos kerja yang tinggi misalnya ulet, disiplin, jujur, dan setia kawan. Maka tak heran jika di mana-mana keturunan Cina berhasil membangun kerajaan bisnisnya. "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." Rupanya keturunan Cina telah banyak yang berhasil mengubah keadaannya dengan etos bisnisnya yang memang menunjang untuk maju.
     Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dari SLTA maupun di perguruan tinggi, tentunya memiliki sejumlah harapan, setidaknya bagaimana dengan ilmu yang diperoleh selama menjalani studi tersebut dan menjadi bekal dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Menjalani kehidupan yang lebih baik pada masa depan adalah harapan semua orang. Oleh karena itu, makin banyak orang mempunyai keyakinan bahwa semakin tinggi level pendidikan formal seseorang akan semakin terjamin untuk memiliki masa depan yang lebih baik. Apakah  benar demikian?
    Untuk menjawab pertanyaan di atas, seorang penulis mencoba menyarankan agar melihat sekeliling kita. Berapa jumlah sarjana yang menganggur? Berapa jumlah lulusan luar negeri yang setelah pulang ke Indonesia, tidak bisa bekerja atau tidak berhasil? Berapa banyak yang lulus cum laude namun prestasi hidupnya biasa-biasa saja? Sebaliknya, banyak orang yang prestasi akademiknya biasa-biasa saja namun prestasi hidupnya sangat luar biasa.
Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat
Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat
    Bagi kita yang memperoleh prestasi akademik yang baik tentu saja perlu mensyukuri dengan tidak melupakan sebuah prinsip bahwa prestasi akademik yang dicapai tidak serta merta memberikan jaminan bagi kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Eli Ginzberg beserta timnya menemukan suatu hasil yang mencengangkan. Penelitian ini melibatkan 342 subjek penelitian yang merupakan lulusan dari disiplin ilmu. Para subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa dari Colombia University. Ginzberg dan timnya meneliti seberapa sukses 342 mahasiswa ini dalam hidup mereka, lima belas tahun setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Hasil penelitian yang benar-benar mengejutkan para peneliti ini ialah :
     Mereka yang lulus dengan mendapat penghargaan (predikat memuaskan, cum laude atau summa cum laude), mereka yang mendapatkan penghargaan atas prestasi akademiknya, mereka yang berhasil masuk Phi Beta Kappa ternyata lebih cenderung, berprestasi biasa-biasa saja.
     Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ternyata bahwa apa sebenarnya yang menjadi kunci untuk mewujudkan keberhasilan atau kehidupan yang lebih baik itu? Kuncinya adalah pengenalan potensi akan diri dan memiliki karakter kewirausahaan yang unggul. Dengan demikian, pengenalan potensi diri dan pembentukan karakter kewirausahaan sangat mendukung keberhasilan usaha baik usaha individu, kelompok, maupun pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
    
Demikian pembahasan mengenai Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat. Semoga memberikan manfaat bagi pembaca sekalian...

Perlukah Pendidikan Kewirausahaan Bagi Masyarakat Rating: 4.5 Diposkan Oleh: ekonomisajalah

0 komentar:

Post a Comment