MAKALAH
“KESETARAAN GENDER”
DISUSUN:
EKAWATI ZAINUDDIN
PEND. EKONOMI
HIMPUNAN PELAJAR MAHASISWA BANTAENG RAYA
2012/2013
“KESETARAAN GENDER”
DISUSUN:
EKAWATI ZAINUDDIN
PEND. EKONOMI
HIMPUNAN PELAJAR MAHASISWA BANTAENG RAYA
2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulisan makalah yang berjudul “Kesetaraan Gender” dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai salah satu syarat dalam memenuhi ketentuan kaderisasi dalam Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng Raya (HPMB) Raya.
Penulisan makalah ini berisi tentang pengertian kesetaraan gender secara umum, prinsip-prinsip kesetaraan gender dan masalah kesetaraan gender dalam social budaya masyarakat.
Penulis sangat berterimakasih kepada pembimbing penulis yang telah banyak membantu dalam proses penulisan makalah sehingga dapat terselesaikan.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak begitupun juga dengan penulisan makalah ini masih jauh dari kesmpurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran kepada setiap pembaca demi penyempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
Bantaeng, 26 Oktober 2012
Penulis
Ekawati Zainuddin
Bantaeng, 26 Oktober 2012
Penulis
Ekawati Zainuddin
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
D. Manfaat Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Memahami Arti Gender Secara Umum 3
B. Masalah Gender dalam perilaku sosial budaya masyarakat 6
BAB III PENUTUP
A. Simpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA , 11
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.
Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan, kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris, dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi. Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik misalnya. Bahkan dalam olahraga pun tampak hal-hal yang mengalami diskriminasi tersendiri.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah masalah gender dalam perilaku sosial budaya masyarakat?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip kesetaraan gender?
3. Apa arti gender secara umum?
C. Tujuan penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui masalah gender dalam perilaku sosial budaya masyarakat.
2. Memahami arti gender secara umum
3. Mengetahui prinsip-prinsip kesetaraan gender.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai bahan acuan kepada masyarakat
2. Sebagai sumber informasi dan pengetahuan kepada masyarakat
3. Sebagai bahan referensi dalam penulisan selanjutnya
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Memahami Arti Gender Secara Umum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia.
Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat1). Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah
Kesetaraan Gender |
Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.
Epistimologi penelitian Gender secara garis besar bertitik tolak pada paradigma feminisme yang mengikuti dua teori yaitu; fungsionalisme struktural dan konflik. Aliran fungsionalisme struktural tersebut berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori tersebut mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam masyarakat. Teori fungsionalis dan sosiologi secara inhern bersifat konservatif dapat dihubungkan dengan karya-karya August Comte (1798-1857), Herbart Spincer (1820-1930), dan masih banyak para ilmuwan yang lain.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender pada dasarnya memaknai bahwa:
1. Hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Semua manusia dilahirkan bebas, memiliki harkat, martabat dan hak yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, Negara wajib menjamin persamaan pemenuhan hak laki-laki dan perempuan di bidang ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik, serta bidang-bidang lainnya.
2. Prinsip Kesetaraan Gender, pada dasarnya upaya memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender yang terkandung dalam Konvensi CEDAW, yakni, a) Prinsip Kesetaraan Substantif, b) Prinsip Non Diskriminasi, dan c) Prinsip Kewajiban Negara.
a. Prinsip Kesetaraan Substantif, merupakan:
1) Langkah tindak untuk menganalisis hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitas/kesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan;
2) Langkah tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesetaraan dengan laki-laki dalam kesempatan dan akses, serta menikmati manfaat yang sama;
3) Kewajiban Negara yang mendasarkan kebijakan dan langkah tindak:
* Kesetaraan dalam kesempatan bagi perempuan dan laki laki;
* Kesetaraan dalam akses bagi perempuan dan laki-laki;
* Perempuan dan laki-laki menimati manfaat yang samadari hasil hasil menggunakan kesempatan dan akses dimaksud.
b. Prinsip Non Diskriminasi:
Wilayah diskriminasi tidak terbatas pada ranah publik, tetapi mencakup juga tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku privat, mulai dari perorangan sampai korporasi bisnis, keluarga, dan masyarakat. Diskriminasi mencakup hukum tertulis, asumsi sosial-budaya tentang perempuan dan norma-norma yang diperlakukan terhadap perempuan. Diskriminasi de-jure, seperti kedudukan legal formal perempuan dan diskriminasi de-facto meliputi praktik-praktik informal yang tidak diberi sanksi hukum tetapi mengatur hak dan kebebasan perempuan. Konvensi CEDAW berusaha menghapus diskriminasi lasngsung dan tidak langsung, tanpa membedakan antara pelaku swasta dan pelaku publik.
c. Prinsip Kewajiban Negara
1) Negara menjamin hak perempuan melalui hukum/peraturan perundang-undangan, kebijakan serta menjamin hasilnya;
2) Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada;
3) Negara tidak saja menjamin secara dejure, tetapi juga de-facto merealisasi hak perempuan;
4) Negara tidak saja harus akuntabel dan mengaturnya di ranah publik, tetapi juga di ranah privat (keluarga) dan sektor swasta.
B. Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masyarakat
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum ( baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum hukum adat ). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor. Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah gender sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang bersangkutan. Budaya yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atao dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, shingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk melawan bbias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA KARTINI padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.
Bentuk bentuk ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkn sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secra tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas.
Subordinasi atau penomorduaan
Ialah Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini berkeyakinan bahwa kalu ada laki laki kenapa harus perempuan.
Fenomena ini sering terjadi dalam film, yaitu ketika peran eksmudd yang selalu di perankan oleh pria, jika ada wanita yang berperan seebagai eksmud pastilah dia akan bermasalah dan selalu tidak sesukses pria. Sebenarnya hal ini memag tidak terlalu bnyak di perhitungkan karena ini seperti menyutikan racun pada tubuh. Sedikit sedikit media (film) mengkonstruk budaya pria selalu didepan.
Stereotype
Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, ppadahal belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilh yang selalu menyudutkan kaum wanita. Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn suatu belenggu pada kaum wanita
Isu Jender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
Isu Jender Dalam Perundang-Undangan
Perjuangan emansipasi perempuan Indonesia yang sudah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka yang dipelopori oleh R.A. Kartini, dan perjuangannya kemudian mendapat pengakuan setelah Indoesia merdeka. Pengakuan itu tersirat dalam Pasal 27 U U D, 45 akan tetapi realisasi pengakuan itu belum sepenuhnya terlaksana dalam berbagai bidang kehidupan.
Hal ini jelas dapat diketahui dari produk peraturan perundangan-undangan yang masih mengandung isu gender di dalamnya, dan oleh karenannya masih terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Contoh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, di mana seolah-olah undang-undang tersebut melindungi perempuan dengan mencantumkan asas monogami di satu sisi akan tetapi di sisi lain membolehkan bagi suami untuk berpoligami tanpa batas jumlah wanita yang boleh dikawin. Dalam membahas masalah diskriminasi terhadap perempuan maka yang dipakai sebagai dasar acuan adalah Ketentuan Pasal 1 U U No. 7 Tahun 1984, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap wanita” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
Mencermati ketentuan Pasal 1 tersebut diatas maka istilah diskriminasi terhadap perempuan atau wanita adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan atas dasar jenis kelamin maka terdapat peraturan perundang-undangan yang bias jender seperti Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Perkawinan, dan lain-lainnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia
2. Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi:
a. Ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
b. Subordinasi atau penomorduaan
c. Sikap negatif masyarakat terhadap perempuan
d. Isu gender Dalam hukum Adat
e. Isu Jender Dalam Perundang-Undangan
3. Prinsip Kesetaraan Gender, pada dasarnya upaya memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender yang terkandung dalam Konvensi CEDAW, yakni, a) Prinsip Kesetaraan Substantif, b) Prinsip Non Diskriminasi, dan c) Prinsip Kewajiban Negara.
B. Saran
Penulis berharap bahwa kesetaraan gender di Indonesia dapat terwujud agar tidak adanya pendiskriminasian antara laki-laki dan perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Muchtar, Yati. 2001. Gerakan Perempuan Indonesia Dan Politik Gender Orde Baru. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No.14.
Soewondo, Nani. 1984. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat. Ghalia: Indonesia, Jakarta.
Soekito, Sri Widoyatiwiratmo. 1989. Anak Dan Wanita Dalam Hukum. LP3ES: Jakarta.
Undang-Undang Dasar. 1945. Apollo: Surabaya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gender
0 komentar:
Post a Comment