KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,sahabat, dan para umatnya yang insyaallah masih setia sampai akhir zaman.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Koperasi Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan banyak pihak. Kami sudah berusaha untuk berusaha memberikan dan mencapai hasil yang semaksimal mungkin dan sesuai dengan harapan. Walaupun dalam hal penyusunan makalah ini kami mengalami berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu yang kami miliki.
Kami menyadari bahwa penulisan dan pembuatan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya butuhkan untuk dapat menyempurnakan dimasa yang akan datang. Semoga apa yang dihasilkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman maupun pihak lain yanng berkepentingan.
Makassar, 01 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I:PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
D. Manfaat Penulisan 5
BAB II: PEMBAHASAN 6
A. Perkembangan Koperasi Pada Masa Orde Baru 6
B. Perkembangan Koperasi dalam Masa Pembangunan 11
C. Perkembangan Koperasi dalam Masa Reformasi 14
BAB III: PENUTUP 18
Kesimpulan dan Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Drs.Muhammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia), koperasi merupakan lembaga ekonomi yang cocok diterapkan di Indonesia. Karena sifat masyarakatnya yang kekeluargaan, dan sifat inilah yang sesuai dengan azas koperasi saat ini. R.Aria Wiriatmadja memperkenalkan koperasi kepada masyarakat Indonesia pada tahun 1896 di Purwokerto. Beliau mendirikan Koperasi Kredit yang bertujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan para rentenir. Koperasi tersebut kemudian berkembang dengan baik, hingga akhirnya ditiru oleh Budi Oetomo dan SDI.
Dikarenakan merebaknya koperasi di Indonesia, menyebabkan koperasi yang ada saaat itu berjatuhan karena tidak mendapat izin pendirian koperasi oleh Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia protes akhirnya Belanda mengeluarkan UU No.91/1927 yang isinya lebih ringan dari UU No.431. Sehingga koperasi kembali menjamur hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip dengan UU No.431 sehingga mematikan lagi kopersi Indonesia. Pertumbuhan koperasi di Indonesia mengalami pasang surut dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan koperasi Indonesia yang dipelopori Patih Purwokerto R.Aria Wiriatmadja bergerak pada bidang simpan pinjam.Akan tetapi untuk memodali kegiatan tersebut beliau menggunakan uang sendiri dan kas masjid (Djojohadikoesoemo,1940). Setelah beliau tahu hal itu dilarang ,maka uang kas masjid dikembalikan secara utuh. Kegiatan koperasi simpan pinjam kemudian dikembangkan oleh De Wolf Van Westerrode assisten residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Setelahnya pada tahun 1908 Budi Oetomo berdiri. Organisasi ini menganjurkan koperasi untuk Rumah Tangga. Begitu pula SDI (Serikat Dagang Islam) yang mengembangkan koperasi untuk kebutuhan sehari hari. Pada tahun 1918 K.H. Hasyim Asyari mendirikan koperasi bernama Syirkatul Inan (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Organisasi bertekad dengan kelahiran koperasi ini sebagai periode “Nahdlatuttijar”.Oleh karena itu maka 2 tahun kemudian dibentuklah “Komisi Koperasi”yang dipimpin oleh DR.J.H Boeke untuk meneliti kebutuhan masyarakat Bumi Putera dalam berkoperasi. Akhirnya DR.J.H Boeke ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Perkembangan setelah berdirinya Jawatan koperasi tahun 1930,koperasi berkembangan sangat pesat.
Melihat kondisi perekonomian saat ini, maka dari itu penulis sangat bersemngat dalam mengerjakan makalah yang berjudul “Koperasi Indonesia: Pertumbuhan dan Perkembangan Koperasi Sejak Proklamasi Kemerdekaan Hingga Sekarang” ini dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat bagi masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan koperasi pada masa orde baru?
2. Bagaimana perkembangan koperasi dalam masa pembangunan?
3. Bagaimana perkembangan koperasi dalam masa reformasi?
C. Tujuan Penulisan
Bertitik tolak dari rumusan masalah yang akan dijadikan inti pembahasan, maka penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang perkembangan koperasi pada masa orde baru, pada masa pembangunan dan pada masa reformasi.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
• Sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas mata kuliah Koperasi Indonesia yang diberikan kepada penulis.
• Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dan pihak yang membutuhkan, khususnya dalam hal pembelajaran.
• Sebagai bahan referensi bagi penulisan makalah yang relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk pengembangan lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Koperasi Pada Masa Orde Baru
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut di alami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena itu dengan kebulatan tekad rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD-1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen, maka gerakan koperasi di Indonesia tidak terkecuali untuk melaksanakannya. Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian.
Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. Menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. Menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemrniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Panvcasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani”.
Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- Undang Dasar 1954, sesuai pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan karena baik isi maupun jiwanya Undang-Undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai Dengan jiwa dan makna Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu akan menghambat langkah serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri sendiri yang pada gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri. Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoprasian tersebut dengan Undang-Undang baru yang benar-benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi yang semestinya yakni sebagai alat dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1).
Dengan berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus melaksanakan penyesuaian dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja. Sedangkan selebihnya koperasi-koperasi tersebut harus dibubarkan dengan alasan tidak dapat menyesuaikan terhadap UU No. 12/1967 dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1. Koperasi tersebut sudah tidak memiliki anggota ataupun pengurus serta Badan Pemeriksa, sedangkan yang masih tersisa adalah papan nama;
2. Sebagian besar pengurus dan ataupun anggota koperasi yang bersangkutan terlibat G30S/PKI;
3. Koperasi yang bersangkutan pada saat berdirinya tidak dilandasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, tetapi lebih cenderung karena dorongan politik pada waktu itu;
4. Koperasi yang bersangkutan didirikan atas dasar fasilitas yang tesedia, selanjutnya setelah tidak tersedia fasilitas maka praktis koperasi telah terhenti.
Sejak awal Pelita I pelaksanaan pembangunan telah diarahkan untuk menyentuh segala kehidupan bangsa sebagai suatu gerak perubahan kearah kemajuan. Seperti halnya Negara-negara berkembang yang menderita penjajahan di masa lalu, maka pembangunan yang berlangsung dalam suatu hubungan kemasyarakatan yang terbentuk dalam kemerdekaan, merupakan gerak perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam kaitan ini, proses pembangunan yang berlangsung dalam periode transisional dari hubungan saling pengaruh mempengaruti yang berlaku dalam lingkungan masyarakat colonial kea rah susunan dan hubungan kemasyarakatan baru, sungguh merupakan pekerjaan besar yang tidak mudah.
Periode pelita I pembangunan perkoperasian menitikbertkan pada investasi pengetahuan dan ketrampilan orang-orang koperasi, baik sebagai orang gerakan koperasi maupun pejabat-pejabat perkoperasian. Untuk memberikan peranan pada koperasi di masa dating sebagai konsekuensi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1), maka koperasi-koperasi perlu dilandasi lebih dulu dengan jiwa koperasi yang mendalam, perlengjkapan perlengkapan pengetahuan dan ketrampilan di bidang mental, organisasi usaha dan ketatalaksanaan agar mampu terjun di tengah-tengah arena pembangunan. Untuk melaksanakan tujuan ini maka Pemerintah membangun Pusat-pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat Pusat dan juga di tiap ibukota Propinsi. Pusat Pendidikan Koperasi tersebut sekarang dirubah menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat Pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat Daerah.
Keberhasilan koperasi di dalam melaksanakan peranannya perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak oleh, dengan cara :
a. Bertindak bersama dalam menghadapi pasar melalui pemusatan kekuatan bersaing dari anggota;
b. Memperpendek jaringan pemasaran;
c. Memiliki manajer yang cukup trampil berpengetahuan luas dan memiliki idealisme;
d. Mempunyai dan meningkatkan kemampuan koperasi sebagai satu unit usaha dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang yang dipasarkan melalui kegiatan pergudangan, penelitian kualitas yang cermat dan sebagainya.
2. Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota.
3. Penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih ekonomis melalui pembebanan biaya over head yang lebih, dan mengusahakan peningkatan kapasitas yang pada akhirnya dapat menghasilkan biaya per unit yang relative kecil
4. Terciptanya ketrampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai oleh para anggota secara sendiri-sendiri.
5. Pembebasan resiko dari anggota-anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang selanjutnya hal tersebut kembali ditanggung secara bersama di antara anggota-anggotanya.
6. Pengaruh dari koperasi terhadap anggota-anggotanya yang berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan di antaranya perubahan teknologi, perubahan pasar dan dinamika masyarakat.
Pemerintah di dalam mendorong perkoperasian telah menerbitkan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian.
Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain.
Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan Instruksi Menteri Koperasi No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
1. Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan.
2. Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3. Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5. Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta.
6. Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
7. Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20 %.
8. Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %. Solvabilitas, minimal 100 %.
9. Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, dengan minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip effisiensi.
11. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
13. Tidak mempunyai tunggakan.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance da success koperasi (Ismangil, 1989).
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut di alami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena itu dengan kebulatan tekad rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD-1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen, maka gerakan koperasi di Indonesia tidak terkecuali untuk melaksanakannya. Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian.
Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
a. Menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
b. Menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemrniannya.
2. a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Panvcasila yang adil dan makmur di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ing ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani”.
Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- Undang Dasar 1954, sesuai pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan karena baik isi maupun jiwanya Undang-Undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai Dengan jiwa dan makna Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu akan menghambat langkah serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri sendiri yang pada gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri. Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoprasian tersebut dengan Undang-Undang baru yang benar-benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi yang semestinya yakni sebagai alat dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1).
Dengan berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus melaksanakan penyesuaian dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja. Sedangkan selebihnya koperasi-koperasi tersebut harus dibubarkan dengan alasan tidak dapat menyesuaikan terhadap UU No. 12/1967 dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1. Koperasi tersebut sudah tidak memiliki anggota ataupun pengurus serta Badan Pemeriksa, sedangkan yang masih tersisa adalah papan nama;
2. Sebagian besar pengurus dan ataupun anggota koperasi yang bersangkutan terlibat G30S/PKI;
3. Koperasi yang bersangkutan pada saat berdirinya tidak dilandasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, tetapi lebih cenderung karena dorongan politik pada waktu itu;
4. Koperasi yang bersangkutan didirikan atas dasar fasilitas yang tesedia, selanjutnya setelah tidak tersedia fasilitas maka praktis koperasi telah terhenti.
Sejak awal Pelita I pelaksanaan pembangunan telah diarahkan untuk menyentuh segala kehidupan bangsa sebagai suatu gerak perubahan kearah kemajuan. Seperti halnya Negara-negara berkembang yang menderita penjajahan di masa lalu, maka pembangunan yang berlangsung dalam suatu hubungan kemasyarakatan yang terbentuk dalam kemerdekaan, merupakan gerak perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam kaitan ini, proses pembangunan yang berlangsung dalam periode transisional dari hubungan saling pengaruh mempengaruti yang berlaku dalam lingkungan masyarakat colonial kea rah susunan dan hubungan kemasyarakatan baru, sungguh merupakan pekerjaan besar yang tidak mudah.
Periode pelita I pembangunan perkoperasian menitikbertkan pada investasi pengetahuan dan ketrampilan orang-orang koperasi, baik sebagai orang gerakan koperasi maupun pejabat-pejabat perkoperasian. Untuk memberikan peranan pada koperasi di masa dating sebagai konsekuensi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1), maka koperasi-koperasi perlu dilandasi lebih dulu dengan jiwa koperasi yang mendalam, perlengjkapan perlengkapan pengetahuan dan ketrampilan di bidang mental, organisasi usaha dan ketatalaksanaan agar mampu terjun di tengah-tengah arena pembangunan. Untuk melaksanakan tujuan ini maka Pemerintah membangun Pusat-pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat Pusat dan juga di tiap ibukota Propinsi. Pusat Pendidikan Koperasi tersebut sekarang dirubah menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat Pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat Daerah.
Keberhasilan koperasi di dalam melaksanakan peranannya perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak oleh, dengan cara :
a. Bertindak bersama dalam menghadapi pasar melalui pemusatan kekuatan bersaing dari anggota;
b. Memperpendek jaringan pemasaran;
c. Memiliki manajer yang cukup trampil berpengetahuan luas dan memiliki idealisme;
d. Mempunyai dan meningkatkan kemampuan koperasi sebagai satu unit usaha dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang yang dipasarkan melalui kegiatan pergudangan, penelitian kualitas yang cermat dan sebagainya.
2. Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota.
3. Penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih ekonomis melalui pembebanan biaya over head yang lebih, dan mengusahakan peningkatan kapasitas yang pada akhirnya dapat menghasilkan biaya per unit yang relative kecil
4. Terciptanya ketrampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai oleh para anggota secara sendiri-sendiri.
5. Pembebasan resiko dari anggota-anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang selanjutnya hal tersebut kembali ditanggung secara bersama di antara anggota-anggotanya.
6. Pengaruh dari koperasi terhadap anggota-anggotanya yang berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan di antaranya perubahan teknologi, perubahan pasar dan dinamika masyarakat.
Pemerintah di dalam mendorong perkoperasian telah menerbitkan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian.
Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain.
Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan Instruksi Menteri Koperasi No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
1. Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan.
2. Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3. Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5. Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta.
6. Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
7. Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20 %.
8. Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %. Solvabilitas, minimal 100 %.
9. Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, dengan minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip effisiensi.
11. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
13. Tidak mempunyai tunggakan.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance da success koperasi (Ismangil, 1989).
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KOPERASI SEJAK PROKLAMASI KEMERDEKAAN HINGGA SEKARANG |
B. Perkembangan Koperasi dalam Masa Pembangunan
TAP MPR nomor IV Tahun 1973 , menegaskan tentang perlunya meningkatkan kegiatan koperasi agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya di dalam tata ekonomi Indonesia. Koperasimerupakan salah satu wadah dan wahana yang sesuai bagi pelaksanaan pembangunan nasional di bidang perekonomian, terutama dalam usaha meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Sehubungan dengan nilai-nilai kemampuan koperasi seperti tersebut di atas, dalam rangka pembangunan ini maka pembinaan koperasi harus selaras dengan dasar-dasar demokrasi ekonomi yang menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan, di samping menjamin pelaksanaan azas-azas koperasi yang sebenarnya, sehingga menjadi wahana kea arah pembinaan demokrasi yang sehat, koperasi harus berkembang merupakan organisasi dengan azas demokrasi, yang dalam hal ini kekuasaan tertinggi terletak pada anggota-anggotanya, melalui rapat anggotanya, koperasi yang dapat menghindrakan dirinyanya dari berbagai campur tangan secara instruktif dari pemerintah.
Pada masa pembangunan ini berbagai usaha telah dilaksanakan untuk mengembalikan sendi-sendi koperasi pada azas yang sebenarnya dan telah berhasil diusahakan menghilangkan pengaruh kegiatan politik di dalam kehidupan koperasi. Program pendidikan, penerangan, penyuluhan dan bimbinganyang dilaksanakan telah meningkatkan dan menyempurnakanorganisasi serta manajemen koperasi dan hal ini telah pula meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap peranan koperasi.
Dalam rangka memperbaiki kemampuan pembiayaan dan permodalan koperasi telah diusahakan pula berbagai langkah kegiatan. Terwujudnya peraturan perbankan dan perkreditan yang baru telah sangat membantu pertumbuhan modal koperasi lebih cepat, karena koperasi telah dapat melancarkan usaha-usaha dengan baik, terutama koperasi produksi, sehingga pendapatan yang diperolehnya meningkat dan dari penyisihan pendapatan inilah mulai terbentuk modal tersebut. Sejalan dengan ini telah dibentuk pula Lembaga Jaminan Kredit Koperasi yang peranannya terasa sekali dalam mengusahakan bantuan modal terhadap kekurangan modal koperasi pada umumnya.
Jumlah koperasi yang berkembang dalam masa pembangunan ini (dalam arti setelah dilakukan penyehatan dan seleksi dan penyesuaian dengan undang-undang no. 12 Tahun 1967 ternyata sangat menggembirakan, baik kuantitas dan kualitas. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa tabel yang menjelaskan tentang perkembangan tersebut yang terjadi pada tahun-tahun PELITA I dan PELITA III (sebagai bahan bandingan). Dengan catatan bahwa pada PELITA III perkembangan KUD telah demikian pesat, sehingga selain para petani dapat ditingkatkan kesejahteraan hidupnya, juga pembangunan masyarakat desa telah banyak menjadi kenyataan.
PERKEMBANGAN KOPERASI
PADA KURUN WAKTU PELITA I, 1969 – 1973
Tahun Jumlah Koperasi Jumlah Anggota
1969
1970
1971
1972
1973
13.349
16.263
16.755
18.054
18.850
2.723.056
2.931.340
2.750.193
2.791.076
2.921.750
Secara umumnya koperasi ditanak air kita pada maa pembangunan ini mengalami keberhasilan dan perkembangannya yang pesat meliputi berbagai sektor, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai penjelmaan dari Koperasi Pertanian dan Koperasi Desa pada tahun 1978 mencapai jumlah 4.511buah yang diintensifkan pada 22 daerah Bimas, Koperasi perikanan, Koperasi Peternakan, Koperasi Idustri Kecil dan Kerajinan Rakyat, pelistrikan desa, perumahan rakyat, koperasi para pedagang kecil, koperasi angkut dan lain-lain.
Dalam kepesatan-kepesatan yang dialami koperasi itu ternyata masih cukup banyak masalah yang dihadapi dan perlu diperhatikan lebih lanjut baik oleh para petugas Departemen Koperasi, Lembaga Jaminan Kredit Koperasi dan para pengurus serta para anggota koperasi sendiri. Untuk lebih jelasnya, masalah yang dihadapi para koperasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Masalah Manajemen:
Masalah yang dihadapi bukan hanya kekurangan dalam teknis manajemen saja tetapi juga masih lemahnya dan kurangnya sikap mental yang sesuai bagi pembinaan sistem manajemen yang rasional dan berorientasi kepada pencapaian sasaran-sasaran.
b. Kekurangan modal dan pemupukan modal:
Daya himpun modal dari dalam terbatas sekali karena memang para anggotanya merupakan golongan ekonomi lemah serta pendapatan usahanya relative kecil. Memperoleh pinjaman dari bank karena tidak dapat dipenuhinya persyaratan yang berlaku, tak jarang luput diperoleh. Beruntunglah bahwa dalam mengatasi masalah ini Lembaga Jaminan Kredit Koperasi telah banyak memberikan jasa-jasanya dengan melaksanakan ketiga fungsinya (member jaminan, member subsidi bunga, dan partisipasi dalam modal investasi), sehingga kelancaran usaha koperasi banyak yang tertolong.
c. Pemasaran dan peningkatan mutu produk:
Koperasi kerap kali mengalami kesulitas pemasaran produk-produknya atau produk-produknya kurang mendapat penilaian yang wajar di pasaran umum/konsumen, untuk mengatasi masalah ini maka sangat diperlukan penambahan pengetahuan tentang pemasaran kepada para pengurusnya.
C. Perkembangan Koperasi dalam Masa Reformasi
Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang dan digantikan oleh reformasi, perkembangan koperasi mengalami peningkatan. Dalam era reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi.
Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999. Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannyapembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas
Selama periode 2000 – 2003, secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan yang mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
1. Rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00,
2. Efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun
3. Rendahnya tingkat profitabilitas koperasi
4. citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah
5. Kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah
6. Kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya.
Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya membangun koperasi. Keikutsertaan pemerintah negara-negara sedang berkembang ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri (Baswir,2000).
Di era reformasi, kebijakan pengembangan koperas menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian Koperasi dan UKM adalah unsure pelaksana pemerintah dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia.
Tugas Kementerian Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi dan UMKM di Indonesia.
Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri dari:
1. Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan
Pemberian Badan Hukum (BH) Koperasi Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketertataan dan ketertiban administrasi pemberian badan hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan hokum koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan pengawasan kegiatan koperasi untuk meningkatkan akuntabilitasnya.
2. Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi
Penerapan jatidiri koperasi merupakan roh dari proses pengembangan koperasi sejati, yang dilakukan melalui: pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, peningkatan kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan AD/ART koperasi dan pemberdayaan gerakan koperasi agar mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.
3. Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi
Pengembangan usaha koperasi dilakukan melalui upaya pemantapan identitas koperasi sebagai badan usaha yang berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha, pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal dan peningkatan daya saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.
4. Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi
Tugas pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat. Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat, sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewirakoperasian.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.
Program Kemenkop dan UMKM juga mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang- undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan Usaha Kecil, antara lain mencakup:
1. Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
2. Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
3. Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
4. Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi da Undang-undang UMKM yang baru.
5. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan Hasil dari program legislasi tersebut adalah diberlakukannya UU No. 17 tahun 2012 sebagai pengganti dari UU No.25 tahun 1992.
Selain itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR : 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 17 April 2012 telah terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa : "Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar segera menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis : "Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat dan tatalaksana administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi Indonesia yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli 2012 telah menyesuaikan dengan lambang koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa : "Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka Lambang Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."
Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999. Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannyapembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas
Selama periode 2000 – 2003, secara umum koperasi mengalami perkembangan usaha dan kelembagaan yang mengairahkan. Namun demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
1. Rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00,
2. Efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun
3. Rendahnya tingkat profitabilitas koperasi
4. citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah
5. Kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah
6. Kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya.
Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya turut secara aktif dalam upaya membangun koperasi. Keikutsertaan pemerintah negara-negara sedang berkembang ini, selain didorong oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan koperasi. Hal ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan koperasi di negara sedang berkembang, untuk membangun dirinya atas kekuatan sendiri (Baswir,2000).
Di era reformasi, kebijakan pengembangan koperas menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian Koperasi dan UKM adalah unsure pelaksana pemerintah dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia.
Tugas Kementerian Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi dan UMKM di Indonesia.
Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri dari:
1. Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan
Pemberian Badan Hukum (BH) Koperasi Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketertataan dan ketertiban administrasi pemberian badan hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan hokum koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan pengawasan kegiatan koperasi untuk meningkatkan akuntabilitasnya.
2. Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi
Penerapan jatidiri koperasi merupakan roh dari proses pengembangan koperasi sejati, yang dilakukan melalui: pengembangan organisasi dan manajemen koperasi, peningkatan kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan AD/ART koperasi dan pemberdayaan gerakan koperasi agar mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.
3. Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi
Pengembangan usaha koperasi dilakukan melalui upaya pemantapan identitas koperasi sebagai badan usaha yang berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha, pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal dan peningkatan daya saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.
4. Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi
Tugas pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah menumbuhkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan perlindungan kepada koperasi melalui pemberian kemudahan dan bimbingan dalam berusaha, serta melindungi publik dari aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat. Perlindungan kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta masyarakat, sehingga diperlukan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewirakoperasian.
Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi.
Program Kemenkop dan UMKM juga mencakup bidang legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang- undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil agar mampu mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di Indonesia pada masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang Koperasi dan Usaha Kecil, antara lain mencakup:
1. Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan RUU Koperasi dan RUU UMKM.
2. Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
3. Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada stakeholders di seluruh Indonesia.
4. Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan dengan Undang-undang Koperasi da Undang-undang UMKM yang baru.
5. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan Hasil dari program legislasi tersebut adalah diberlakukannya UU No. 17 tahun 2012 sebagai pengganti dari UU No.25 tahun 1992.
Selain itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR : 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 17 April 2012 telah terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa : "Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar segera menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia, sebagaimana pada Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis : "Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat dan tatalaksana administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi Indonesia yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada tanggal 12 Juli 2012 telah menyesuaikan dengan lambang koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa : "Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka Lambang Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Koperasi di Indonesia tentulah terjadi yang namanya pasang surut di dalam dunia koperasi , oleh karena itu marilah kita meningkatkan kesadaran dari diri kita masing – masing dalam usaha untuk meningkatkan koperasi di Indonesia dengan cara meningkatkan kinerja anggota koperasi dengan cara memberikan training atau pelatihan kepada anggota koperasi terus kita juga bisa memodifikasi produk yang ada, dengan memodifikasi produk-produk yang ada dikoperasi , kiranya akan meningkatkan selera masyarakat sehingga tertarik untuk mengkonsumsi produk dari koperasi tersebut dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman dar tahun ke tahun dan juga memperbaiki koperasi secara menyeluruh , kita harus menjadikan koperasi yang ada Indonesia ini sebagai koperasi yang baik dan mari kita memberi perubahan yang ada untuk lebih mensejahterkan koperasi Indonesia agar menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, Jesicha. 2014. “Sejarah Koperasi di Indonesia dan di Dunia”. http://unyudua.blogspot.com (diunduh : 28 Februari 2015).
Hasan, Muhammad & A. Suaib Tahiya. 2010. Koperasi: Pengantar, Sejarah Ideologi & Perkembangannya di Indonesia. Makassar: Badan Penerbit UNM.
Kartosapoetra, G, dkk. 2003. Koperasi Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ramadhana, Aditya. 2013. “Perkembangan Koperasi di Era Reformasi”. http://study-succes.blogspot.com (diunduh : 28 Februari 2015).
Sudarsono & Edilius. 2005. Koperasi Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rine\
ka Cipta.
Suryani, Nina. 2012. “Tugas Ekonomi Koperasi: Makalah Perkembangan Koperasi di Indonesia”. http://ninasuryaninina.blogspot.com (diunduh : 28 Februari 2015).
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai ekonomi. Ekonomi merupakan suatu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari. Saya memiliki beberapa tulisan sejenis mengenai ekonomi yang dapat dilihat di www.ejournal.gunadarma.ac.id
ReplyDelete